Selasa, Februari 09, 2016

Fenomena Bunuh Diri dalam Sebuah Novel


*Resensi ini dimuat koran Radar Sampit, Minggu 7 Februari 2016


Judul Buku      : Tewasnya Gagak Hitam
Penulis             : Sidik Nugroho
Penerbit           : Gramedia
Cetakan           : I, 2016
Tebal               : 248 halaman
ISBN               : 978-602-03-2429-6

            Akhir-akhir ini, fenomena bunuh diri di berbagai belahan dunia, termasuk salah satunya di negeri ini, memang kian marak saja. Bila dirunut, ternyata ada banyak faktor yang menyebabkan seseorang nekat melakukan aksi yang sangat dilarang keras oleh syariat Islam ini. Misalnya, karena faktor ekonomi (kemiskinan), gangguan kejiwaan (tekanan batin), putus asa menghadapi penderitaan hidup, dan lain sebagainya.
            Sebagaimana kita ketahui, kematian (sebagaimana kehidupan) manusia adalah rahasia Tuhan. Artinya, hanya Tuhan yang berhak menentukan seberapa panjang atau pendek usia makhluk ciptaan-Nya. Oleh karenanya, Tuhan melarang keras hamba-Nya melakukan aksi bunuh diri. Sebagaimana ditegaskan dalam Al-Quran, Surat An-Nisa ayat 29, “Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu”.
            Novel Tewasnya Gagak Hitam ini berkisah tentang seorang pria bernama Elang Bayu Angkasa, seorang pelukis yang merasa sangat penasaran ingin mengungkap kasus bunuh diri yang menimpa seorang pengarang dengan nama pena Gagak Hitam, di dalam kamar kosnya. Semua bermula ketika Elang tengah duduk santai di warung kopi langganannya. Rasa penasarannya langsung membuncah saat membaca berita di sebuah koran berjudul “Pengarang Tewas Gantung Diri”. Ia merasa, baru kali ini ia menjumpai berita tentang seorang pengarang yang nekat bunuh diri (hal 7).
            Bersama Pak Effendi dan Pak Agung, dua polisi yang berdinas di Kota Singkawang, Elang pun berusaha menyelidiki kasus bunuh diri yang menimpa Gagak Hitam (hal 26). Ternyata, bukan hal mudah mengungkap kasus bunuh yang sangat minim bukti-bukti yang mendukung tewasnya pengarang misterius itu. Gagak Hitam, menurut cerita ibu kos adalah sosok yang sangat pendiam dan tak pernah mau menyebutkan nama aslinya (hal 38).
             Di saat kasus bunuh diri Gagak Hitam tak kunjung terungkap penyebabnya, sebuah berita mengejutkan datang dari ibu kota. Dokter Nina Sekarwati, salah satu dokter anak di Rumah Sakit Harapan Kita, yang sedang dalam kondisi hamil ditemukan tewas mengenaskan tergantung seutas tali di kamarnya. Dari hasil visum, ada kandungan racun mematikan di dalam darahnya. Ini artinya, ia diduga bukan mati bunuh diri. Yang mengejutkan adalah sebuah kalimat di tembok kamarnya yang ditulis dengan menggunakan lipstik; Merpati Putih Menyusulmu (hal 65-66).
            Usut punya usut, ternyata kasus tewasnya Dokter Nina berkaitan erat dengan kasus bunuh diri yang menimpa Gagak Hitam. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya nota surat pos di laci meja kamar Gagak Hitam, ditujukan kepada Dokter Nina yang berdomisili di Jakarta. Setelah ditelusuri, akar permasalahan yang menjadi faktor penyebab bunuh diri sekaligus pembunuhan berencana itu adalah perselingkuhan yang sangat rumit.
Bagaimana tidak? Dokter Nina yang telah lama mendambakan kehadiran buah hati nekat melakukan perselingkuhan hingga mengandung dengan Gunawan, nama asli pria berinisal Gagak Hitam tersebut. Di sisi lain, Yogi, pebisnis sukses suaminya, juga berselingkuh dengan Dokter Bunga yang merupakan sahabat karib Dokter Nina. Melihat sang istri mengandung dengan pria lain, Yogi meradang dan menyuruh istrinya agar menggugurkan kandungan. Karena Dokter Nina bersikukuh mempertahankan kandungannya, lantas Dokter Bunga pun dimanfaatkan Yogi untuk meracuni sahabatnya sendiri. Sementara Gunawan memilih kabur ke Singkawang dan memutuskan bunuh diri karena merasa malu aibnya terbongkar publik (hal 219).
 Alur cerita novel ber-genre thriller ini cukup mengalir, menarik, diwarnai adegan seru dan menegangkan. Ending yang sengaja dibuat menggantung membuat pembaca merasa penasaran dan menunggu penulisnya agar segera membuat sekuelnya. Novel yang dikhususkan untuk pembaca ‘Dewasa’ ini menyelipkan pesan penting; bahwa harta kekayaan bukanlah jaminan kebahagiaan seseorang dan bunuh diri bukanlah cara yang tepat untuk mengakhiri problema kehidupan.        
***
*Penulis lepas, bermukim di Kebumen.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar